Belakangan kita sering denger/baca istilah ‘kurang piknik’ ketika merujuk kepada keadaan yang dirasa tidak menyenangkan sebagai akibat kurang piknik (baca: hiburan). Wajar sih, ditengah tingkat persaingan & stress yang makin tinggi, hiburan menjadi salah satu kebutuhan (atau keinginan yang dibalut kebutuhan π). Salah satu jenis hiburan yang menyenangkan tentunya piknik alias jalan-jalan.
Jalan-jalan punya banyak sekali pilihan buat dilakukan. Mulai dari jalan-jalan dalam kota tanpa perlu menginap, short escape ke kota terdekat atau yang berasa dekat jika ditempuh dengan penerbangan (contoh: dari Jakarta ke Bali) maupun jalan-jalan yang perlu perencanaan khusus terutama waktu dan biaya.
Kecuali kita punya penghasilan pasif yang memungkinkan buat jalan-jalan setiap saat atau justru kita hidup dari aktivitas jalan-jalan itu sendiri (travel agent atau travel blogger misalnya), kayaknya perlu dibuat pos tersendiri buat jalan-jalan dalam anggaran kita.
Seperti tulisan sebelumnya yang membahas anggaran rutin & anggaran pembangunan, jalan-jalan bisa termasuk dalam keduanya tergantung jenis hiburan apa yang kita nikmati. Kalo kita suka bergaul & nongkrong di kafe hampir setiap hari, anggaran ke kafe boleh jadi termasuk anggaran rutin kita. Sementara kalo kita terhitung getol berburu tiket promo pesawat, kita kudu punya dana standby buat eksekusi tiket murah.
Kita pake angka yuk. Contoh penghasilan kita sebulan rata-rata 10juta. Kebutuhan buat survival (makan, tempat tinggal, utilitas, transport, kebutuhan pribadi) 6juta. Hobi nongkrong di kafe.
Kita kudu tau toleransi minimal frekeuensi kita ke kafe yang harus dipenuhi. Misalnya 4x sebulan (hanya saat weekend, 1x/minggu). Sekali ke kafe biasanya 300ribu. Maka sebulan perlu dana minimal 1,2juta untuk pemenuham kebutuhan ini.
Sisa 2,8juta inilah yang bebas kita manfaatkan. Mau dipake ke kafe lebih sering atau mau dipake jalan-jalan? Hmmm ga bahas soal kebutuhan masa depan ya disini βΊοΈ
Dengan rata-rata 2,8juta sebulan maka akan terkumpul sekitar 33juta dalam setahun. Dengan 33juta inilah kita berupaya mewujudkan impian buat jalan-jalan biar ngga kurang piknik.
Balik lagi ke kebutuhan & keinginan. Selain kebutuhan kafe, ternyata kita juga sadar kalo butuh jelajah tempat baru. Nah, disinilah smartphone beraksi. Banyak informasi yang bertebaran menyajikan apa yang perlu maupun tidak dalam ritual kita jelajah tempat baru. Jadikan info ini sebagai dasar kebutuhan kita yang baru. Bayangkan betapa menyenangkannya hidup kita kalo jelajah ini bisa kita lakukan lebih sering. Dengan begitu otomatis otak kita akan berhitung kebutuhan dana yang diperlukan. Jika dirasa kurang, mungkin hobi ke kafenya terpaksa dikurangi. Atau kita putar otak mencari penghasilan tambahan. Nah, jadi anggaran rutin kan akhirnya. Ketika kita menganggap bahwa jalan-jalan adalah termasuk dalam kebutuhan survival.
Bedakan jika jalan-jalan tadi baru sebatas keinginan. Kemungkinan kita tidak akan berusaha mengumpulkan info & data lebih jauh soal tujuan jalan-jalan kita. Sama seperti anggaran pembangunan, yang kadang ngga selalu kita rasakan keperluannya. Karena kita ngga memakainya buat bertahan hdup, tetapi untuk memberikan nilai tambah dalam hidup kita.
Cuma kita sendiri yang tau seberapa besar kebutuhan kita akan jalan-jalan, atau seberapa kuat keinginan kita buat jalan-jalan.