Ampana Harbour

I was on a holiday with some friends of mine to Togean (or Togian) Islands. The isle consist of some small islands.Β 

To reach the islands, we have to go by ferry from Ampana, a small district in the Tojo Una-Una City on Central Sulawesi province.Β 

Ampana has a harbour which services some boats & ferries. to the Togean islands. The stops are different for each boats & ferries.Β 

We can get the ticket by go show at the harbour.Β 

https://amzn.to/3l99QOn

https://amzn.to/3k4Qusp

Women and Shopping

Women and shopping are always inseparable. Women will always have reason for shopping.

It doesn’t have to be something fancy or luxurious, get a cheaper option compared with your friends can generate a feeling that you are a winner. Yeah, even if you did not buy it (or them) πŸ™„

However, that feeling of winning may bigger once you get a ‘rare’ item. Or ‘limited’ or ‘discontinued’ or’unreleasable’ or ‘whatever you name it’. Your feeling special will soar when you have the item in your hands, right ladies? Just admit it πŸ˜‰

The feeling is something that most men will not understand, well they don’t have to. They just have to pay *smirk* as long as the cashflow is positive of course.

image

Jadi, Kapan Kita Kemana πŸ˜Š

  

Belakangan kita sering denger/baca istilah ‘kurang piknik’ ketika merujuk kepada keadaan yang dirasa tidak menyenangkan sebagai akibat kurang piknik (baca: hiburan). Wajar sih, ditengah tingkat persaingan & stress yang makin tinggi, hiburan menjadi salah satu kebutuhan (atau keinginan yang dibalut kebutuhan πŸ˜„). Salah satu jenis hiburan yang menyenangkan tentunya piknik alias jalan-jalan. 

Jalan-jalan punya banyak sekali pilihan buat dilakukan. Mulai dari jalan-jalan dalam kota tanpa perlu menginap, short escape ke kota terdekat atau yang berasa dekat jika ditempuh dengan penerbangan (contoh: dari Jakarta ke Bali) maupun jalan-jalan yang perlu perencanaan khusus terutama waktu dan biaya. 

Kecuali kita punya penghasilan pasif yang memungkinkan buat jalan-jalan setiap saat atau justru kita hidup dari aktivitas jalan-jalan itu sendiri (travel agent atau travel blogger misalnya), kayaknya perlu dibuat pos tersendiri buat jalan-jalan dalam anggaran kita. 

Seperti tulisan sebelumnya yang membahas anggaran rutin & anggaran pembangunan, jalan-jalan bisa termasuk dalam keduanya tergantung jenis hiburan apa yang kita nikmati. Kalo kita suka bergaul & nongkrong di kafe hampir setiap hari, anggaran ke kafe boleh jadi termasuk anggaran rutin kita. Sementara kalo kita terhitung getol berburu tiket promo pesawat, kita kudu punya dana standby buat eksekusi tiket murah. 

Kita pake angka yuk. Contoh penghasilan kita sebulan rata-rata 10juta. Kebutuhan buat survival (makan, tempat tinggal, utilitas, transport, kebutuhan pribadi) 6juta. Hobi nongkrong di kafe. 

Kita kudu tau toleransi minimal frekeuensi kita ke kafe yang harus dipenuhi. Misalnya 4x sebulan (hanya saat weekend, 1x/minggu). Sekali ke kafe biasanya 300ribu. Maka sebulan perlu dana minimal 1,2juta untuk pemenuham kebutuhan ini. 

Sisa 2,8juta inilah yang bebas kita manfaatkan. Mau dipake ke kafe lebih sering atau mau dipake jalan-jalan? Hmmm ga bahas soal kebutuhan masa depan ya disini ☺️

Dengan rata-rata 2,8juta sebulan maka akan terkumpul sekitar 33juta dalam setahun. Dengan 33juta inilah kita berupaya mewujudkan impian buat jalan-jalan biar ngga kurang piknik. 

Balik lagi ke kebutuhan & keinginan. Selain kebutuhan kafe, ternyata kita juga sadar kalo butuh jelajah tempat baru. Nah, disinilah smartphone beraksi. Banyak informasi yang bertebaran menyajikan apa yang perlu maupun tidak dalam ritual kita jelajah tempat baru. Jadikan info ini sebagai dasar kebutuhan kita yang baru. Bayangkan betapa menyenangkannya hidup kita kalo jelajah ini bisa kita lakukan lebih sering. Dengan begitu otomatis otak kita akan berhitung kebutuhan dana yang diperlukan. Jika dirasa kurang, mungkin hobi ke kafenya terpaksa dikurangi. Atau kita putar otak mencari penghasilan tambahan. Nah, jadi anggaran rutin kan akhirnya. Ketika kita menganggap bahwa jalan-jalan adalah termasuk dalam kebutuhan survival. 

Bedakan jika jalan-jalan tadi baru sebatas keinginan. Kemungkinan kita tidak akan berusaha mengumpulkan info & data lebih jauh soal tujuan jalan-jalan kita. Sama seperti anggaran pembangunan, yang kadang ngga selalu kita rasakan keperluannya. Karena kita ngga memakainya buat bertahan hdup, tetapi untuk memberikan nilai tambah dalam hidup kita. 

Cuma kita sendiri yang tau seberapa besar kebutuhan kita akan jalan-jalan, atau seberapa kuat keinginan kita buat jalan-jalan. 

Prioritas Pengeluaran

Duh, judulnya serem yah. Kayaknya pengeluaran yang bermacam-macam itu juga perlu dipikirin mana yang kudu dikeluarin duluan, mana yang bisa ditunda. Padahal prioritas hidup kita juga macem-macem. 

Pada dasarnya sih, ngga ada pola baku untuk mengatur pengeluaran kita. Yang penting cukup buat semuanya. Cukup buat belanja bulanan, cukup buat belanja hedon, cukup buat senang-senang, cukup buat berbagi juga tentunya. 

Menurut Safir Senduk, salah satu perencana keuangan paling top di Indonesia, pengeluaran terbagi 3: wajib-butuh-ingin. 

Wajib: mau ngga mau kudu dibayar karena akibatnya ngga enak kalo enggak. Contoh: utang, zakat. 

Butuh: mau ngga mau kudu dikeluarin karena butuh buat bertahan hidup. Contoh: makan, transportasi. 

Ingin: ngga ada pun ngga apa-apa, karena ngga dibutuhkan buat bertahan hidup. Contoh: makan enak. 

Nah, barusan saya terima tagihan kartu kredit yang bisa bikin terbelalak angkanya kalo kudu dibayar penuh. Setelah ditelusuri, emang dipake rame-rame sih, tapi mereka udah pada bayar πŸ˜” 

Pas tanpa sengaja melihat angkaya, seorang temen nyeletuk, “Yaudah bayar minimum aja”

Pas saya jawab, “Waduh kok minimum, bunganya lumayan donk”. Dia bilang lagi, “Kalo gitu setengahnya deh, lumayan ngurangin bunganya kan”.

Akhirnya saya berpikir keras, mana yang sebaiknya dibayarkan lebih dulu: tagihan kartu kredit atau cicilan reksadana. Saya nyebutnya cicilan reksadana soalnya tiap bulan autodebet seperti bayar cicilan utang. 

Kemudian ketika inget pelajaran Safir Senduk diatas nyampe di satu kesimpulan: bayarkan penuh tagihan kartu kreditnya dan reksadana dapat menyusul kemudian jika ada sisa dananya. 

Penjelasannya begini: tagihan kartu kredit wajib dibayar penuh, karena jika tidak maka akibatnya yang terjadi adalah bunga yang kudu dibayar & jumlahnya tidak sedikit. Sementara cicilan reksadana dibutuhkan untuk dapat mencapai tujuan keuangan, yang jika tidak/belum tercapai masih dapat dilakukan penyesuaian. Return reksadana belum pasti berapa besarnya di masa depan, tetapi bunga kartu kredit sudah pasti ada angkanya yang dapat dihitung dan tidak sedikit pula. Kenapa kita harus mengorbankan sesuatu yang wajib ketika kebutuhan sebenarnya masih memiliki ruang untuk penyesuaian?